Baru-baru ini, pemerintah dan DPR sepakat menetapkan peraturan baru perpajakan dalam bentuk Undang-undang Harmonisasi Perpajakan. Produk hukum yang lebih dikenal dengan nama UU HPP ini mengatur banyak hal, mulai dari besaran pajak hingga aturan baru terkait identitas wajib pajak. Terkait identitas wajib pajak, UU HPP mengatur bahwa kini alih-alih menggunakan sederet nomor khusus NPWP, pemerintah akan menggunakan nomor induk kependudukan atau NIK sebagai identitas wajib pajak seluruh warga negara. Berbagia pro dan kontra pun muncul di tengah masyarakat. Lantas, apakah langkah pemerintah saat NIK digabungkan dengan NPWP ini sudah tepat?

NIK digabungkan dengan NPWP

Latar Belakang NIK Digabungkan dengan NPWP

Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh pemerintah ketika mengusulkan NIK digabungkan dengan NPWP. Mulai dari aspek kemudahan, peningkatan penerimaan pemerintah dari sektor pajak, hingga memperluas basis data wajib pajak.

Dari segi kemudahan, pemerintah mengklaim bahwa langkah penggabungan kedua identitas tersebut akan memudahkan para wajib pajak. Masyarakat kini tak perlu lagi datang ke kantor pajak untuk mengajukan permohonan wajib pajak. Tak hanya itu, dengan adanya penggabungan tersebut, wajib pajak tak lagi harus menghafal atau menyimpan NPWP mereka setiap kali ingin mengirimkan laporan pajak baik berupa SPT, surat pemberitahuan pajak, atau semacamnya.

Sementara dari pemerintah, langkah penggabungan ini akan mendatangkan 2 manfaat. Pemerintah dapat memperluas basis data wajib pajak hingga meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak. Dengan adanya NIK tersebut, seluruh warga negara Indonesia yang telah berusia 17 tahun akan otomatis menjadi wajib pajak. Dengan demikian, apabila warga negara telah memiliki pekerjaan dan memiliki penghasilan, maka wajib pajak tersebut akan dikenakan pajak.

Tentu, hal ini tidak serta merta berarti bahwa semua warga negara yang telah berusia 17 tahun ke atas akan diwajibkan membayar pajak. Untuk dikenakan kewajiban membayar pajak, wajib pajak harus terlebih dahulu memiliki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak serta potongan-potongan lain yang dikenakan kepada wajib pajak seperti misalnya apabila telah menikah dan/atau memiliki anak.

Langkah Tepat NIK Digabungkan dengan NPWP

Langkah pemerintah menggabungkan NIK dengan NPWP dapat dikatakan langkah yang tepat. Apalagi saat ini, kondisi pandemi Covid-19 menimbulkan disrupsi besar-besaran dalam dunia kerja. Semakin banyak masyarakat yang mulai beralih ke dunia kerja non-kantoran. Belum lagi popularitas media sosial dan penghasilan dari sektor daring seperti YouTube, TikTok, atau semacamnya.

Dengan adanya kebijakan penggabungan kedua identitas tersebut, pemerintah bisa menyasar para anggota masyarakat tersebut dan memperoleh pendapatan. Dengan demikian, penerimaan negara yang berasal dari sektor pajak dapat ditingkatkan. Secara lansung, peningkatan penerimaan ini tentu akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat karena pajak akan digunakan dalam berbagai aktivitas pembangunan pemerintah, baik secara fisik maupun non-fisik.

Sementara bagi masyarakat, pemerintah sendiri akan memberikan berbagai kemudahan. Tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak akan memberikan kemudahan dalam mengakses berbagai layanan keuangan dan pemerintahan. Pemerintah pun kabarnya tengah menyiapkan berbagai kemudahan. Beberapa di antaranya adalah kemudahan dalam memperoleh perizinan usaha, akses pinjaman dari lembaga perbankan, akses perpanjangan surat izin mengemudi, hingga berbagai kemudahan lainnya.

Dengan kata lain, langkah penggabungan NIK dengan NPWP benar-benar akan meningkatkan kemajuan Indonesia sebagai bangsa dan negara. Partisipasi warga negara yang semakin luas dalam membayar pajak sendiri merupakan wujud nyata dan aktif dalam melakukan bela negara. Sementara bagi warga negara, langkah penggabungan ini akan meningkatkan kualitas layanan pemerintahan yang sudah seharusnya menjadi hak warga negara.